Merawat Pesantren, Merawat Rumah Indonesia dan Peradaban
- Categories Kolom
- Date 25 January 2025
Pesantren adalah pelita dalam gelap, tempat adab dan ilmu berpadu dalam satu tarikan nafas. Di balik dinding sederhana, terlahir generasi yang tak hanya cerdas akal, tetapi juga dalam spiritualitas. Keunggulannya adalah ketulusan dalam mendidik, menjadikan ilmu sebagai suluh, dan akhlak sebagai pijakan menuju masa depan yang gemilang.
Beberapa waktu lalu, Menteri Agama RI, Prof. Dr. Nazarudin Umar mengatakan bahwa Pesantren adalah tuan rumah pendidikan Indonesia. Akar asli pendidikan negeri ini. Namun karena pengkaburan sejarah kolonial, posisi pesantren menjadi termarjinalkan. Sehingga pendidikan Indonesia yang banyak dikenal adalah kampus-kampus mentereng.
Statemen Menag di atas, bukan berangkat dari ruang kosong, tapi sebuah pernyataan yang mengakar pada sejarah panjang negeri ini. Berabad-abad lamanya -jauh sebelum ada Indonesia- pesantren menyambut setiap pencari ilmu dengan pintu terbuka, menyuguhkan bukan hanya pengetahuan, tetapi juga adab, spiritualitas, dan cinta tanah air. Di sinilah generasi pembangun bangsa ditempa.
Menjadi tuan rumah sejatinya adalah merawat rumahnya dengan bijak: mengkokohkan fondasi nilai, merapikan sudut tradisi, dan membuka jendela inovasi. Ia menyambut tamu dengan kebijaksanaan, tanpa kehilangan jati diri. Agar rumah tetap berdiri kokoh, pesantren harus menjadi penjaga warisan, penyambung zaman, dan mercusuar bagi generasi yang mendatang.
Namun, seperti rumah yang dikepung angin perubahan, pesantren menghadapi tantangan zaman: globalisasi, liberalisme, radikalisme, digitalisasi, dan derasnya arus budaya. Tuan rumah ini tak bisa berdiam diri; ia harus merawat diri dan rumah peradaban dengan cara baru tanpa melupakan warisan leluhur (baca: salafus shaleh).
Apakah pesantren mampu terus berdiri kokoh sebagai tuan rumah pendidikan di tengah badai zaman? Atau, seperti rumah tua, ia perlu direnovasi tanpa kehilangan pondasinya? Pesantren, kini dan nanti, harus tetap menjadi penjaga jiwa bangsa.
Jejak Sejarah Pesantren di Nusantara
Pesantren bukan hanya sebuah tempat belajar, melainkan rumah spiritual yang telah berdiri kokoh sejak abad ke-15. Bayangkan suasana Pesantren Ampel Denta di Surabaya, tempat Sunan Ampel mendidik para santri dengan penuh kasih dan keteguhan hati. Ia tak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga nilai-nilai luhur peradaban. Di sana, pesantren menjadi mercusuar dakwah Islam yang membawa perubahan besar bagi masyarakat sekitar.
Salah satu muridnya, Sunan Giri di Gresik meneruskan tradisi yang bukan hanya sekadar lembaga pendidikan. Pesantren ini menjadi pusat intelektual dan pengembangan Islam di Nusantara (terutama kawasan timur), menghasilkan kader-kader dakwah yang tersebar ke berbagai penjuru. Sunan Giri dan para santri tak hanya memegang kitab, tetapi juga menggenggam harapan untuk membangun peradaban.
Lalu, ada Pesantren Kiai Hasan Besari di Ponorogo, yang melampaui zamannya. Di tempat itu, pendidikan mandiri menjadi landasan utama, di mana santri diajarkan bukan hanya ilmu agama, tetapi juga kemandirian diri dan tanggung jawab sosial. Selain itu, muncul pesantren-pesantren besar hingga iki; seperti Sidogiri, Langitan, Syaikhana Kholil, Tebuireng, Lirboyo hingga Mambaus Sholihin. Dari waktu ke waktu, pesantren ini menjadi saksi bagaimana pendidikan berbasis tradisi mampu bertahan dan terus mendulang kemanfaatan bagi jantung bangsa atau bahkan menjelma menjadi episentrum peradaban.
Keunggulan dan Potensi Besar Pesantren
Pesantren adalah benteng keilmuan dan moralitas. Di sinilah, generasi muda ditempa bukan hanya untuk cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh secara spiritual. Keunggulan pesantren terletak pada kurikulumnya yang unik, mengintegrasikan ilmu agama dengan nilai-nilai kehidupan sehari-hari. Santri diajarkan tentang pentingnya adab dalam bersikap, kesederhanaan dalam hidup, dan semangat melayani masyarakat.
Tak hanya itu, pesantren memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam pembangunan nasional. Lihatlah gerakan-gerakan pesantren yang berhasil memberdayakan ekonomi lokal. Pesantren juga telah menjadi tempat lahirnya ulama-ulama besar, pemimpin bangsa, dan intelektual yang mampu menjembatani tradisionalisme dengan kehidupan masa kini.
Dalam konteks globalisasi, pesantren memiliki daya tarik tersendiri. Kemampuannya untuk tetap relevan di tengah dinamika zaman menjadikan lembaga ini sebagai model pendidikan berbasis nilai, yang tidak sekadar mengejar angka-angka akademik tetapi juga mencetak manusia seutuhnya.
Ancaman terhadap Eksistensi Pesantren
Namun, di tengah keunggulan dan potensinya, pesantren juga menghadapi ancaman besar yang bisa menggoyahkan pondasinya. Salah satunya adalah kapitalisme. Di era ini, pendidikan sering dipandang sebagai komoditas yang harus mendatangkan keuntungan. Akibatnya, banyak pesantren yang didirikan lebih mengutamakan ‘nilai pasar’ daripada keagungan ‘tujuan mulia’ pendidikan diasaskan.
Selain itu, liberalisme global juga menjadi tantangan. Pesantren yang memegang teguh tradisi kadang dipandang kaku oleh generasi muda yang terpapar nilai-nilai individualisme dan kebebasan tanpa batas. Tidak jarang, nilai-nilai global ini berbenturan dengan prinsip moralitas pesantren, sehingga pesantren harus menciptakan formula untuk meredam hal ini.
Fundamentalisme menjadi ancaman lain yang tak kalah serius. Beberapa pesantren rentan terjebak dalam ideologi sempit yang justru berlawanan dengan semangat inklusivitas Islam. Pesantren yang dulunya menjadi pusat keberagaman bisa berubah menjadi sarang eksklusivisme. Banyak pesantren terpapar terorisme dalam jaringan global.
Penyelewengan (distorsi) dalam pengembangan juga menjadi angin kencang rumah pesantren. Ketika pesantren melenceng dari amanahnya, hanya mengejar kepentingan sesaat, ia kehilangan martabat sebagai tuan rumah pendidikan. Tradisi luhur terkikis, akhlak santri tersisih oleh ambisi pragmatis. Rumah ilmu itu perlahan menjadi bayang semu, meninggalkan generasi tanpa arah dan bangsa tanpa penjaga nilai.
Langkah Strategis Menuju Keberlanjutan Pesantren
Untuk menjaga eksistensinya, pesantren harus berani bertransformasi tanpa kehilangan akar tradisi, metode para leluhur (manhaj salafusshaleh), dan warisan budaya (turats). Dengan nilai-nilai ini, rumah pesantren akan kuat dalam fondasi, kokoh bangunan, penuh dengan nilai-nilai luhur peradaban.
Umat harus berperan pula dalam pembangunan pesantren. Mereka yang diberi kelebihan akal membantu dengan pemikiran-pemikiran yang cemerlang, yang memiliki harta bersumbangsih dengan hartanya, dan yang memiliki tenaga menyalurkan kekuatannya. Pada hakikatnya pesantren adalah jihad peradaban, yang akan mulia insan-insan yang berkontribusi di dalamnya sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah yang Mulia (Baca: Surah Al-Hajj (22:78) dan Surah At-Taubah (9:41)).
Pemerintah juga harus berperan aktif. Dukungan berupa kebijakan yang berpihak pada pesantren. Kolaborasi antara pesantren, masyarakat, dan pemerintah dapat membuka peluang besar dalam menciptakan rumah besar pesantren peradaban.
Revitalisasi nilai-nilai pesantren juga penting dilakukan. Pesantren harus terus menanamkan semangat budi pekerti yang luhur, memperdalah kajian-kajian agama (tafaqquh fiddin), mengembangkan konsep moderasi (wasathiyyah), dan cinta tanah air (hubbul wathan). Dengan begitu, pesantren tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga menjadi pilar utama dalam pembangunan karakter bangsa.
Lentera Bangsa
Pesantren adalah penjaga moral bangsa, lentera di tengah kegelapan zaman. Di bawah langit Indonesia yang luas, pesantren berdiri sebagai saksi sejarah, pencetak generasi tangguh, dan pelopor perubahan. Di tengah kapitalisme, liberalisme, dan berbagai tantangan lainnya, pesantren tetap menjadi pelabuhan penuh kedamaian bagi mereka yang mencari makna sejati dari sebuah pendidikan.
Seperti suara azan yang memanggil manusia kepada kebaikan, pesantren memanggil kita semua untuk kembali kepada akar tradisi, metode para leluhur (manhaj salafusshaleh), dan warisan budaya (turats) yang tak pernah usang. Jika kita menjaga pesantren, kita tidak hanya menjaga sebuah lembaga, tetapi juga masa depan pendidikan Indonesia yang penuh harapan.