
Contextual Teaching and Learning: Dari Hafalan Menuju Keterampilan
- Categories Kolom
- Date 26 May 2025
Bahasa Arab menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan pesantren. Setiap hari, para santri disuguhkan dengan berbagai aktivitas kebahasaan, mulai dari drill mufradāt, kursus intensif, hingga kajian kitab kuning (kutub at-turāth) yang hampir seluruhnya menggunakan pengantar Bahasa Arab. Lingkungan seperti ini seharusnya bisa menjadi ladang subur bagi tumbuhnya kemampuan berbahasa Arab secara aktif. Namun kenyataannya, masih banyak santri yang merasa kesulitan ketika diminta untuk sekadar memperkenalkan diri atau berbincang ringan dalam Bahasa Arab. Situasi ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang ada selama ini cenderung menitikberatkan pada hafalan dan penguasaan tata bahasa saja, tanpa cukup memberikan ruang untuk praktik berbahasa yang bermakna. Padahal, idealnya Bahasa Arab tidak hanya dipelajari sebagai ilmu yang dihafal, melainkan juga sebagai alat komunikasi yang benar-benar hidup dan dipraktikkan dalam rutinitas keseharian para santri. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan yang penting dan sangat mendasar: apakah metode pengajaran yang selama ini digunakan sudah tepat?
Ada banyak pendekatan dan strategi yang bisa digunakan untuk mengajarkan Bahasa Arab. Salah satu yang sangat cocok dengan kebutuhan saat ini adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan ini berfungsi sebagai penghubung antara teori yang dipelajari di kelas dengan praktik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, Bahasa Arab tidak lagi hanya dianggap sebagai materi ajar semata, melainkan menjadi keterampilan yang benar-benar berguna dalam aktivitas sehari-hari, seperti membaca kitab kuning, berbincang dengan teman, menulis makalah, hingga berkomunikasi dalam percakapan yang dekat dengan dunia mereka.
Menurut Arif (2019), metode pembelajaran yang mengutamakan penggunaan aktif Bahasa Arab dalam komunikasi sehari-hari dan menciptakan lingkungan berbahasa Arab (bii’ah ‘arabiyyah) sangat efektif meningkatkan kemampuan berbicara santri. Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran kontekstual yang menekankan pentingnya mengaitkan materi dengan situasi nyata agar pembelajaran lebih bermakna (Jurnal Pendidikan dan Ilmu Bahasa, 2024). Oleh karena itu, pengajaran Bahasa Arab perlu lebih komunikatif dan kontekstual agar bahasa ini benar-benar hidup dan berguna.
Dengan demikian, pengajaran Bahasa Arab di pesantren perlu bertransformasi dari pendekatan hafalan dan tata bahasa semata menjadi pembelajaran yang komunikatif, kontekstual, dan terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari agar bahasa ini benar-benar hidup dan dapat digunakan secara praktis oleh para santri.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Arab?
Secara sederhana, pendekatan kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah cara belajar yang menghubungkan pelajaran dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dalam belajar Bahasa Arab, para santri tidak hanya fokus pada aturan tata bahasa yang penuh teori, tapi juga langsung mempraktikkannya lewat percakapan, menulis, atau kegiatan yang sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari. Dengan metode ini, mereka diajak untuk lebih aktif, berpikir kritis, dan berani menggunakan Bahasa Arab sebagai alat komunikasi yang nyata dan bermakna.
Seperti yang telah diungkapkan oleh Syaikh Ali Jum’ah, mantan Mufti Mesir:
"اللغة لا تتعلم إلا بالاستخدام، واستخدامها هو الذي يحييها"
“Bahasa hanya bisa benar-benar dikuasai jika kita berani menggunakannya, karena penggunaan itulah yang membuat bahasa itu hidup.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa kemampuan Bahasa Arab para santri sangat bergantung pada keberanian mereka untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Semakin sering mereka menggunakan Bahasa Arab dalam berbagai situasi nyata, semakin hidup dan berkembang pula kemampuan berbahasa mereka.
Pendekatan CTL
Menghidupkan Bahasa Arab lewat pendekatan kontekstual tentu tidak cukup hanya dengan teori semata. Dibutuhkan strategi yang nyata dan terus-menerus dijalankan. Di pesantren dengan sistem bilingual seperti Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, berbagai kegiatan berbahasa menjadi kesempatan emas untuk menerapkan pendekatan ini secara langsung dan efektif.
Pertama, Kursus Bahasa Arab Intensif bagi santri menjadi langkah yang cukup strategis. Dalam kursus ini, mereka diperkenalkan dengan ungkapan-ungkapan dasar yang bisa dipakai langsung dalam kehidupan sehari-hari, seperti di asrama, musholla, kantin, perpustakaan, dan ruang belajar. Proses ini tidak hanya menguatkan kemampuan dasar, tapi juga menumbuhkan kepercayaan diri untuk berani memulai berbicara.
Kedua, Program Praktik Percakapan Mingguan (Al-Ḥiwār Al-Usbū‘ī) yang dilaksanakan setiap hari Selasa dan Jum’at memberikan ruang bagi para santri untuk melatih keterampilan berbicara secara rutin. Setiap pekan, mereka ditantang untuk berdialog dengan topik yang berbeda, mulai dari memperkenalkan diri, berdiskusi tentang kegiatan pesantren, hingga menyampaikan pendapat dalam Bahasa Arab. Kegiatan ini sangat tepat dalam menerapkan pendekatan kontekstual karena bahasa digunakan dalam konteks nyata yang terus berkembang.
Ketiga, kegiatan Pembelajaran Mikro (Micro Teaching) khusus untuk santri mahasiswa yang bertujuan memberikan pengalaman langsung dalam mengajar Bahasa Arab kepada siswa, dengan menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Di sini, mahasiswa benar-benar diajak untuk menggabungkan kemampuan berbahasa mereka dengan keterampilan mengajar. Mereka tidak hanya dituntut memahami teori, tetapi juga mampu menyampaikan materi dengan cara yang komunikatif dan mudah dimengerti oleh siswa.
Semua kegiatan tersebut, jika dilakukan dengan pendekatan kontekstual akan membuat Bahasa Arab bukan sekadar pelajaran yang dipelajari, tapi benar-benar hidup dalam keseharian. Setiap tugas, percakapan, dan simulasi menjadi bagian dari proses pembelajaran yang lebih dalam, bermakna, dan meninggalkan kesan yang kuat bagi para santri.
Tantangan dan Solusi
Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Arab di pesantren memang memiliki potensi besar, namun juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan bahan ajar yang benar-benar sesuai dengan konteks pesantren, yang mampu menggabungkan kebutuhan Bahasa Arab formal dan bahasa sehari-hari. Selain itu, guru sering menghadapi kesulitan dalam menguasai metode pembelajaran kontekstual secara fasih, sehingga proses pembelajaran belum berjalan optimal. Faktor lain seperti keterbatasan waktu pelajaran, kurangnya sumber belajar seperti kamus atau aplikasi pendukung, serta beragamnya kemampuan awal siswa dalam Bahasa Arab juga menjadi hambatan yang signifikan.
Selain itu, suasana kelas yang kurang kondusif akibat kurangnya pengelolaan kelas dan tingkat penguasaan siswa yang berbeda-beda membuat penerapan pendekatan ini menjadi lebih menantang. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya berkelanjutan dari guru untuk meningkatkan kompetensi, mengatur waktu belajar secara efisien, serta menciptakan lingkungan belajar yang mendukung agar pendekatan kontekstual dapat berjalan efektif dan memberikan hasil yang maksimal bagi santri di pesantren.
Meski banyak tantangan, hal ini bisa diatasi dengan beberapa langkah strategis. Pertama, pelatihan rutin bagi dosen dan pengajar agar lebih familiar dengan metode pembelajaran berbasis konteks. Kedua, penyusunan modul dan media pembelajaran yang relevan dengan kehidupan santri. Ketiga, penyediaan ruang dan waktu khusus untuk praktik Bahasa Arab, seperti pembentukan klub Bahasa Arab, pemanfaatan Self Access Center (SAC), dan lomba bahasa. Keempat, keterlibatan penuh stakeholder pesantren dalam memberikan fleksibilitas kurikulum dan fasilitas pendukung.
Dengan langkah-langkah tersebut, pembelajaran Bahasa Arab di pesantren diharapkan dapat lebih hidup, bermakna, dan mampu membekali santri dengan keterampilan berbahasa yang nyata. Dukungan semua pihak sangat penting agar proses pembelajaran ini berjalan efektif dan berkelanjutan.
Tag:bahasaarab, PBA, tarbiyah, unkafa