Memoderatori Agama
- Categories Kolom
- Date 14 January 2025
Inayah Wulandari Wahid, putri Presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pada acara haul Gus Dur Desember 2024, melontarkan sebuah roasting kepada kakaknya, Alissa Wahid, yang baru saja menerima anugerah sebagai Tokoh Moderasi Beragama dari Kementerian Agama RI. Inayah berkata, “Terima kasih, Mbak Alissa, telah memoderatori agama.”
“Moderasi beragama Mbak, bukan moderator, emangnya diskusi kok moderator,” sahut Mas Priyo. “Lho, moderasi beragama kebanyakan gerakannya diskusi tok!” jawab Anisa. Riuh tawa dan tepuk tangan jamaah yang hadir menyambut percakapan tersebut. Roasting ini bukan hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan mendalam tentang gerakan moderasi beragama yang, menurut Alissa, masih dominan di tahap diskusi belaka.
…..
Indonesia adalah negara yang sangat majemuk. Tak heran jika J.S. Furnivall menyebut Indonesia sebagai negara plural. Pluralitas di Indonesia mencakup suku, budaya, ras, dan agama. Berdasarkan data tahun 2024, Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku bangsa, lebih dari 700 bahasa daerah, dan beragam agama yang diakui, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Keberagaman ini menjadi kekayaan sekaligus tantangan. Sejarawan Azyumardi Azra menegaskan bahwa merawat kemajemukan berarti merawat Indonesia. Dengan terjaganya kemajemukan, masyarakat dapat menikmati kedamaian dalam kehidupan sehari-hari: belajar dengan tenang, bekerja tanpa gangguan, dan beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Namun, merawat kemajemukan bukanlah perkara mudah. J.S. Furnivall memperingatkan bahwa dalam kemajemukan terdapat potensi disintegrasi dan ancaman perpecahan. Oleh karena itu, diperlukan perangkat untuk mengelola kemajemukan agar menjadi kekayaan bangsa, salah satunya adalah moderasi beragama.
Moderasi beragama adalah upaya menjaga keseimbangan antara keberagaman dan harmoni. Dalam konteks Indonesia, moderasi beragama menjadi kunci untuk menciptakan hubungan antarumat beragama yang damai dan saling menghormati. Prinsip moderasi beragama mencakup toleransi, penghormatan terhadap hak-hak orang lain, dan penolakan terhadap ekstremisme. Umat Islam di Indonesia, yang merupakan mayoritas, sering kali disebut sebagai contoh Islam moderat. Sebutan ini didasarkan pada kemampuan mereka untuk menjalankan ajaran Islam sambil tetap memberikan ruang bagi umat lain untuk menjalankan hak-haknya.
Azra bahkan menyebut umat Islam Indonesia sebagai “Muslim with smiling face.” Sebutan ini tidak berlebihan mengingat fakta bahwa umat Islam di Indonesia mampu memberikan ruang bagi umat lain untuk menjalankan hak-haknya. Moderasi beragama di sini diwujudkan dalam bentuk toleransi yang konkret, mencerminkan semangat rahmatan lil ‘alamin. Oleh karena itu, umat Islam Indonesia pantas menyandang predikat sebagai umat Islam yang moderat.
Salah satu contoh nyata moderasi beragama dapat ditemukan di Desa Pengalangan, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. Desa ini memiliki struktur masyarakat yang plural, dengan keberagaman agama yang terjaga harmonis. Umat Islam di Desa Pengalangan menunjukkan sikap toleransi tinggi, termasuk memberikan ruang kepada umat Hindu untuk menjalankan ibadah mereka. Hal ini terlihat dari keberadaan dua pura megah, yaitu Pura Kerta Bumi dan Pura Kerta Buana. Muhammad Husnan Shofi, seorang tokoh agama Islam setempat, menjelaskan, “Lho yo iyo to, Mas, bermasyarakat kui yo kudu khoirun nas anfauhum linnasi, kui pesenne Kanjeng Nabi.” Ia menambahkan bahwa dalam konteks akidah, pedoman umat Islam Pengalangan adalah pada ayat, “lakum dinukum waliyadin.” Sikap ini menjadi bukti bahwa berpegang teguh pada ajaran Islam justru akan menciptakan perdamaian dalam perbedaan. Desa Pengalangan hanyalah salah satu dari banyak contoh moderasi beragama yang dapat ditemukan di Indonesia.
Namun, tantangan dalam menerapkan moderasi beragama tetap ada. Beberapa kelompok ekstremis masih mencoba memanfaatkan perbedaan untuk menciptakan konflik. Oleh karena itu, pendidikan tentang moderasi beragama perlu diperkuat. Sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya dapat menjadi tempat strategis untuk menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini. Selain itu, peran tokoh agama dan masyarakat sangat penting dalam memberikan teladan kepada generasi muda tentang pentingnya menghormati perbedaan.
…….
Moderasi beragama tidak seharusnya berhenti di ruang diskusi semata, tetapi perlu diwujudkan dalam aksi nyata, seperti yang dicontohkan oleh umat Islam di Desa Pengalangan. Mereka menunjukkan bagaimana menghargai perbedaan bisa menciptakan harmoni dalam kemajemukan.
Kembali pada Alissa Wahid, di acara haul Gus Dur, ia menyampaikan pesan penting: salah satu hal yang harus dikenang dari sosok Gus Dur adalah “Menajamkan Nurani, Membela yang Lemah.” Pesan ini sejalan dengan prinsip moderasi beragama yang mengedepankan penghormatan terhadap hak-hak umat lain. Inilah wujud nyata umat Islam Indonesia yang mampu menjaga kemajemukan sebagai kekayaan bangsa. Dengan terus memperkuat moderasi beragama, Indonesia dapat menjadi teladan bagi dunia dalam mengelola keberagaman dengan harmoni dan damai.