UNKAFA, Cara Kami Turut Serta Membangun Bangsa
- Categories Kolom
- Date 25 November 2024
H. Mohammad Majduddin, Lc., MA.
Rektor
Universitas Kiai Abdullah Faqih Gresik
Universitas Kiai Abdullah Faqih, UNKAFA adalah perguruan tinggi yang lahir dari institusi besar bernama pondok pesantren Mambaus Sholhin. Sejak pertama kalinya, perguruan tinggi yang berdiri tahun 2003 silam ini telah memproklamirkan diri kepada khalayak, seolah ia ingin berteriak keras, “kami berbeda dengan kampus pada umumnya”.
Bagi akademis atau orang yang lama berkecimpung di dunia kampus, teriakan ini mungkin dianggap biasa dan lumrah. Mungkin juga mereka akan sinis dan menganggap ini hanya bagian dari strategi marketing untuk menggaet mahasiswa baru. Sekali lagi tidak! Unkafa memang dan benar-benar berbeda dengan kampus lain.
Soal sistem pendidikan dan pengajaran, Unkafa akan selalu berpegang pada prinsip pendidikan dan pengajaran pesantren. Riwayat hadits berikut bisa jadi cukup menjadi satu dari sekian alasannya. Suatu ketika, Rasulullah SAW keluar dari kamarnya dan masuk masjid. Di sana telah ada dua halaqah besar yang masing-masing diisi oleh cukup banyak para sahabat. Satu halaqah sedang membaca dan bertadarus al-Qur’an, sementara satu halaqah lainnya tengah asyik melakukan proses belajar mengajar. Melihat hal demikian, Rasulullah kemudian bersabda, “Kedua halaqah ini adalah baik. Mereka yang berada di halaqah al-Qur’an dan berdo’a kepada Allah, jika Allah berkehendak, Allah akan mengabulkannya atau sebaliknya, Allah juga bisa mencegah terkabulnya do’a tersebut jika Allah berkehendak. Sementara mereka yang berada di halaqah ta’lim, halaqah belajar-mengajar, sungguh tidaklah saya ini diutus melainkan untuk menjadi seorang pengajar”. Lantas, Rasulullah bergabung dengan halaqah ta’lim tersebut.
Cerita dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah di atas mengisyaratkan bahwa baik perkumpulan dzikir, atau perkumpulan ilmu adalah sama baiknya. Karenanya, Unkafa mengimplementasikan kedua hal tersebut, yang mungkin jarang terjadi di dunia kampus pada umumnya. Jadi, warga Unkafa bukan hanya sebagai warga kampus atau akademis, tapi juga warga pesantren. Mahasiswa Unkafa, tidak hanya sebagai mahasiswa, tapi juga santri. Mereka wajib bermukim di dalam pondok, ngaji, jama’ah, wiridan, manaqiban dan ikut berbagai kegiatan pondok tanpa harus menomorduakan kegiatan perkuliahan sebagai seorang mahasiswa. Maka, sampai kapanpun Unkafa akan tetap menjadi penopang terhadap nilai dan sunnah yang berlaku di dalam pondok pesantren Mambaus Sholihin.
Kemudian, Unkafa juga berbeda dalam hal sumber daya manusia. Benar bahwa sumber daya utama selain mahasiswa di dalam kampus adalah dosen. Karenanya, Unkafa memiliki perhatian khusus dalam hal ini. Unkafa sangat memegang teguh sebuah prinsip yang menyebutkan,
الطريقة اهم من المادة، ولكن المدرس أهم من الطريقة، بل روح المدرس أهم من المدرس نفسه.
“Sebuah metode itu lebih penting dari materi, tetapi pengajar, guru, dan dosen itu lebih penting daripada metode. Akan tetapi, ruhul mudarris, jiwa gurunya itulah yang paling penting”.
Karena itu, maka dosen di Unkafa tidak hanya berhenti di kelas dan bangku perkuliahan. Dosen di Unkafa wajib untuk ikut peduli terhadap akhlaq dan perilaku para mahasiswa. Dosen di Unkafa wajib menjadi contoh dan teladan dalam bertindak dan berperilaku bagi mahasiswa. Dengan pola seperti ini, maka hubungan antara mahasiswa dengan dosen bukan hanya berlaku sebagai hubungan akademis saja, ini telah menjadi seperti hubungan bathin, hubungan ruhaniyah, layaknya orang tua dengan anak.
Hal yang perlu digarisbawahi, perbedaan Unkafa dengan kampus sebagaimana di atas, tidak lantas berarti bahwa Unkafa tidak peduli dengan dunia kampus pada umumnya, acuh dan menutup diri dengan segala tetek bengek dunia kampus seperti tridharma perguruan tinggi, administrasi kampus, dan lainnya. Unkafa juga memiliki perhatian yang besar terhadap ini semua. Dalam hal Tridharma misalkan, Unkafa bahkan ikut serta memberikan wadah, dan lahan pengabdian bagi para lulusannya. Jadi, Unkafa tidak hanya memikirkan mahasiswa, ketika mereka masih menjadi mahasiswa saja, lebih dari itu. Unkafa bersama pondok pesantren Mambaus Sholihin, juga turut serta berupaya agar lulusannya benar-benar bisa memberikan kemanfaatan kepada masyarakat, baik dalam hal pengajaran, pemberdayaan, atau yang lainnya. Sebagai catatan, dalam setahun saja, tidak kurang dari 40 lembaga di luar Mambaus Sholihin yang dijadikan lahan pengabdian oleh lulusan Unkafa.
Unkafa juga tidak menutup diri dengan kondisi hari ini. Gresik yang begitu pesat laju industrialisasinya misalkan. Unkafa juga update akan hal tersebut. Kami bahkan membayangkan seandainya kedepan, Unkafa mampu mengakomodir hal-hal tersebut, entah dengan membuka prodi-prodi baru, atau dengan skema lain yang memungkinkan. Maka, sekali lagi. Unkafa itu berbeda dengan kampus lainnya. Unkafa itu cakupannya lebih kompleks dan menyeluruh. Maka, inilah upaya dan ikhtiar Unkafa untuk ikut serta membangun bangsa yang kita cintai. Mohon do’anya…